PSIKOANALISA
ALFRED
ADLER
A. Teori Psikologi Individual
Menurut Adler, manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial. Mereka menghubug-hubungkan dirinya dengan orang lain, ikut
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan
kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri, dan mengembangkan gaya
hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Adler tidak berkata bahwa manusia
disosialisasikan hanya dengan melibatkan diri pada proses-proses sosial;
dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun tipe-tipe
khusus hubungan dengan orang dan pranata-pranata sosial yang berkembang
ditentukan oleh corak masyarakat tempat orang itu dilahirkan. Maka dalam satu
segi, pandangan Adler sama-sama bersifat biologis seperti Freud dan Jung.
Ketiga-tiganya berpendapat bahwa seseorang mempunyai kodrat inheren yang
membentuk kepribadiannya. Freud menekankan seks, Jung menekankan pola-pola
pemikiran primordial, serta Adler menekankan minat sosial. Penekanan pada
faktor-faktor sosial tingkah laku yang telah diabaikan atau diminimasikan oleh Freud maupun Jung mungkin merupakan
sumbangan paling besar Adler bagi teori psikologi. Ia mengalihkan perhatian
para psikolog pada pentingnya variable-variabel sosial dan membantu
mengembangkan bidang psikologi sosial pada saat psikologi sosial membutuhkan
dorongan dan dukungan, terutama dari kalangan psikoanalisis.
1. Pengantar
Teori Adlerian
Menurut Adler, manusia lahir dengan tubuh
yang lemah dan inferior suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior
sehingga mengakibatkan ketergantungan pada orang lain. Oleh arena itu, perasaan
menyatu dengan orang lain (minat sosial) sudah menjadi sifat manusia dan
merupakan standar akhir untuk kesehatan psikologis. Lebih spesifik, prinsip
utama dalam teori Adler bisa diuraikan dalam bentu kerangka (outline).
Berikut ini adalah adaptasi dari daftar
yang menggambarkan pernyataan ahir dari psikologi inividual :
1. Kekuatan dinamis dibalik perilaku manusia
adalah berjuang untuk meraih keberhasilan atau superioritas (striving for succes or superiority).
2. Persepsi subjetif (subjective perception) manusia membentuk perilaku dan
kepribadiannya.
3. Kepribadian itu menyatu (unified) dan konsistensi diri (self-consistent).
4. Nilai dari semua aktivitas manusia harus
dilihat dari sudut pandang minat sosial (social
interest).
5. Struktur kepribadian yang self-consistent berkembang menjadi gaya
hidup (style of life) seseorang.
6.
Gaya
hidup dibentu oleh daya kreatuf (creative
power) manusia.
2. Berjuang
untuk Meraih Keberhasilan atau Superioritas
Prinsip pertama dari teori
Adlerian adalah kekuatan dinamis di balik
perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih keberhasilan atau superioritas.
Adler mereduksi semua motivasi
menjadi satu tunggal berjuang untuk meraih keberhasilan atau superioritas. Psikologi
individual mengajarkan bahwa setiap orang memulai hidup dengan kelemahan fisik
yang memunculkan perasaan inferior, perasaan memotivasi seseorang untuk
berjuang demi meraih superioritas atau keberhasilan. Individu yang tidak sehat
secara psikologis akan berjuang untuk superioritas pribadi, sedangkan individu
yang sehat secara psikologis mencari keberhasilan untuk semua umat manusia.
Pada awal kariernya, Adler percaya bahwa
agresi adalah kekuatan dinamis dibalik semua motivasi, tetapi dengan cepat ia
merasa tidak puas dengan istilah ini. Setelah menolak agresi sebagai kekuatan
motivasi tunggak, Adler menggunaan istilah masculine
protest, yang menyatakan keinginan untuk menguasai atau mendominasi orang
lain. Akan tetapi, ia segera meninggalkan masculine
protest sebagai dorongan universal sambil tetap memberikan porsi terbatas
untuk istilah ini dalam teori perkembangan abnormalnya.
a. Tujuan
Akhir
Manusia
berjuang demi sebuah tujuan akhir, entah itu superioritas pribadi keberhasilan
untuk semua umat manusia. Pada masing-masing kasus, tujuan akhir tersebut
sifatnya khayal atau fiksional dan tidak ada bentu objektifnya. Namun demikian,
tujuan akhir mempunyai makna besar karena mempersatukan kepribadian dan membuat
semua perilaku dapat dipahami.
Setiap orang mempunyai kekuatan
untuk menciptakan sebuah tujuan fiksional sesuai pribadinya, tujuan yang dibuat
dari bahan-bahan mentah yang disediakan oleh factor keturunan dan lingkungan.
Akan tetapi, lebih sebagai produk dari
daya kreatig (creative power), yaitu
kemampuan manusia untuk secara bebas membentuk perilakunya dan menciptakan
kepribadian mereka sendiri.
Jika
anak-anak merasa terabaikan atau dimanjakan, maa tujuan mereka sebagian besar
berada di ketidaksadaran. Adler membuat hipotesis bahwa anak-anak akan
mengimbangi perasaan inferior mereka dengan cara yang berliku-liku yang tidak
mempunyai hubungan jelas dengan tujuan fiksional mereka.
b. Daya Juang sebagai Kompensasi
Daya juang itu sendiri itu merupakan
bawaan, tetapi sifat dan arah daya juang ini ditentukan ini ditentukan oleh
perasaan inferior dan tujuan untuk meraih keunggulan. Tanpa daya bawaan untuk
menuju kesempurnaan, anak-anak tidak akan pernah merasa inferior. Akan tetapi,
tanpa perasaan, mereka tidak akan pernah menetapkan tujuan untuk meraih
superioritas atau keberhasilan. Kemudian, tujuan ditetapkan sebagai kompensasi
perasaan inferior, namun perasaan itu tidak akan muncul kecuali seorang anak
memiliki kecenderungan dasar untuk menjadi utuh.
Walaupun
berjuang untuk meraih keberhasilan adalah bawaan, hal ini tetap harus
dikembangkan. Ketika lahir, setiap orang berpotensi memiliki daya juang tetapi
belum benar-benar memilikinya. Setiap orang harus mengembangkan potensi ini
dengan caranya sendiri. Tujuan tersebut memberikan panduan untuk memotivasi,
membentuk perkembangan psikologis, dan memberikannya sasaran.
c. Berjuang Meraih Superioritas
Pribadi
Tujuan mereka bersifat personal dan usaha
mereka dimotivasi sebagaian besar oleh perasaan inferior yang berlebihan atau
munculnya inferiority complex.
Beberapa orang membuat penyamaran yang pintar dalam usahanya meraih tujuan yang
bersifat personal dan mungkin secara sadar atau tidak sadar menyembunyikan
kecenderungan mereka memikirkan diri sendiri dibalik tirai keprihatinan social.
Bagi
orang-orang yang melihat, ia tampak termotivasi oleh minat social. Akan tetapi,
tindakannya itu sebagian besar ditunjukan untuk dirinya sendiri dan dimotivasi
oleh kompensaasi berlebih untuk perasaan inferiornya yang besar.
d. Berjuang Meraih Keberhasilan
Sebaliknya,
orang-orang yang sehat secara psikologis
adalah mereka yang dimotivasi oleh minat sosial dan keberhasilan untuk semua
umat manusia. Individu-individu yang sehat ini peduli dengan tujuan-tujuan yang
melebihi diri mereka sendiri, mampu untuk menolong orang lain tanpa menuntut
atau mengharap imbalan, dan mampu melihat orang lain tidak sebagai lawan,
tetapi sebagai manusia yang diajak bekerja sama untuk kepentingan sosial.
Manusia
yang berjuang untuk meraih keberhasilan daripada superioritas pribadi mampu
mempertahankan keadaan dirinya, tentu saja, tetap mereka lebih melihat masalah
sehari-hari dari sudut pandang perkembangan masyarakat daripada sudut pandang
keuntungan pibadi. Pengertian
mereka akan pertumbuhan pribadi sangat terikat dengan kontribusi mereka pada
lingkungan masyarakat. Bagi mereka, kemajuan sosial lebih penting daripada
kebanggan pribadi.
3. Persepsi Subjektif
Prinsip
Adler yang kedua adalah persepsi
subjektif seseorang membentuk perilaku dan kepribadian mereka.
Manusia berjuang meraih keunggulan atau
keberhasilan untuk mengganti perasaan inferior. Akan tetapi, sikap juang mereka
tidak ditentukan oleh kenyataan, namun oleh persepsi subjektif mereka akan
kenyataan, yaitu oleh fksi mereka,
atau harapan masa depan.
a.
Fiksionalisme
Fisksi kita yang paling penting adalah tujuan
meraih superioritas atau keberhasilan, tujuan yang kita ciptakan di awal
kehidupan dan mungkin tidak dipahami dengan jelas. Tujuan akhir yang fiksional
dan subjektif ini menuntun gaya hidup kita dan menyatukan kepribadian kita. Gagasan
Adler aan fiksionalisme berasal dari buku Hans Vaihinger yang berjudul The Philosophy of ”As If”. Vaihinger
percaya bahwa fiksi adalah gagasan yang tidak mempunyai bentuk nyata, namun
mempengaruhi manusia sehingga seakan-akan gagasan tersebut adalah nyata. Salah
satu contoh sebuah fiksi adalah “Pria lebih superior dibanding wanita”.
Walaupun gagasan ini fiksi, banya orang, baik pria maupun wanita bertindak
seolah-olah ini nyata.
Penekanan Adler pada fiksi dengan
konsisten dengan pendekatan teleologis tentang motivasi yang ia pegang erat. Teologi adalah penjelasan tentang
perilaku dalam pengertian tujuan atas sasaran akhirnya. Ini berlawanan dengan
kualitas, yang melihat perilaku sebagai hal yang tumbuh dari sebab spesifik.
Teleologi biasanya memperhatikan tujuan masa depan, sedangkan kasualitas banyak
berhubungan dengan pengalaman masa lalu menghasilkan pengaruh di masa sekarang.
b.
Kelemahan Fisik
Adler bersikeras bahwa semua umat manusia
”dikaruniai” kelemahan anggota tubuh. Keterbatasan fisik sedikit atau bahkan
tidak berarti sama sekali bagi manusia kecuali keterbatasan ini menstimulasi
perasaan subjektif tentang inferioritas yang berfungsi sebagai dorongan menuju
kesempurnaan atau keutuhan. Beberapa orang mengganti perasaan bermanfaat,
sementara yang lain melakukan kompensasi secara berlebihan dan termotivasi
untuk menaklukkan orang lain atau menarik diri dari orang lain.
Adler menekankan bahwa kelemahan fisik saja tidak menyebabkan
seseorang menjalani gaya hidup tertentu. Kelemahan fisik hanya memberikan motivasi pada saat ini untuk meraih tujuan
masa depan. Motivasi
seperti ini, seperti ini semua aspek kepribadian, menyatu dan self-consistent.
4. Kesatuan dan Self-Consistency dari
Kepribadian
Prinsip ketiga dari
teori Alderian adalah: Kepribadian itu
menyatu dan self-consistent.
Ketika memilih istilah
psikologi individual, Adler berharap untuk menekankan keyakinannya bahwa setiap
orang itu unik dan tak terpisahkan. Jadi, psikologi individual menekankan pada
kesatuan fundamental dari kepribadian dan gagasan bahwa perilaku yang tidak
konsisten itu tidak ada. Pikiran, perasaan, dan tindakan, semuanya mengarah
pada satu sasaran dan berfungsi untuk mencapai satu tujuan. Ketika seseorang
bersikap tidak teratur atau tidak bisa diprediksi, perilaku mereka memaksa
orang lain menjadi defensif dan waspada terhadap tindakan yang tak terduga.
Meskipun perilaku mereka kelihatan tidak konsisten, ketika dilihat dari
perspektif tujuan akhir, perilaku tersebut terlihat baik. Akan tetapi, ada
kemungkinan bahwa perilaku yang mereka tunjukkan merupakan usaha-usaha yang
tidak disadari untuk mengecoh dan menempatkan orang lain rendah dari dirinya.
Perilaku yang membingungkan dan tampak tidak konsisten ini memberikan orang
tersebut keuntungan dalam berhubungan interpersonal. Walaupun orang seperti ini
sering berhasil dalam usahanya untung mengungguli orang lain, mereka biasanya
tetap tidak menyadari motif yang mendasari perilaku mereka dan tetap bersikeras
menolak setiap gagasan bahwa mereka berhasrat meraih keunggulan di atas orang
lain.
a.
Bahasa Organ
Gangguan terhadap satu bagian tubuh tidak bisa
dilihat secara terpisah atau tersendiri karena hal ini memengaruhi keseluruhan
diri seseorang. Faktanya, kelemahan suatu organ tubuh memperlihatkan arah dari
tujuan seseorang, suatu komdisi yang dienal sebagai bahasa organ. Melalui bahasa organ, organ-organ tubuh ‘berbicara
sebuah bahasa yang biasanya lebih ekspresif dan mengungkapkan piiran seseorang
dengan lebih jelas daripada yang bisa diungkapan oleh kata-kata.
Salah
satu contoh bahasa organ adalah seorang pria yang menderita rheumatoid
arthritis di tangannya. Sendinya yang kaku dan cacat menyuarakan seluruh gaya
hidup pria tersebut. Seolah-olah organ tubuhnya berseru, “Lihatlah kelainan
pada diri saya. Lihat kecacatan pada diri saya. Anda tidak bisa mengharapkan
saya untuk menggunakan tangan dalam melakukan perkerjaan”. Tanpa adanya suara,
tangannya berbicara tentang keinginannya mendapatkan simpati dari orang lain.
b.
Kesadaran dan Ketidaksadaran
Adler mendefinisikan sebagai bagian dari tujuan
yang tidak dirumuskan dengan jelas atau tidak dipahami secara utuh oleh
seseorang. Berdasarkan definisi ini, Adler menghindari dikotomi antara
ketidaksadaran dan kesadaran dimana ia memandangnya sebagai dua bagian yang
bekerja sama dalam sistem yang menyatu. Pikiran-pikiran sadar adalah pikiran
yang dipahami dan diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam
usaha meraih keberhasilan, sedangkan pikiran-pikiran tidak sadar adalah pikiran
yang tidak membantu usaha tersebut.
Apakah
perilaku seseorang mengarah ke gaya hidup yang sehat atau tidak sehat
tergantung pada tingkat minal sosial yang mereka kembangkan selama masa
kanak-kanak.
5. Minat Sosial
Prinsip
Adler yang keempat adalah Nilai dari
semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang minat sosial.
Minat
sosial (social interest) adalah terjemahan Adler, yang sedikit
menyesatkan, dari istilah Jerman asli, yaitu Gemeinschaftsgefühl yang
ertinya “perasaan sosial” atau “perasaan berkomunitas”. Kira-kira maknanya
adalah perasaan menjadi satu dengan umat manusia menyatakan secara tidak
langsung keanggotaan dalam komunitas sosial seluruh manusia. Minat sosial bisa
didefinisikan sebagai sikap keterkaitan dengan umat manusia secara umum maupun
sebagai empati untuk setiap anggota masyarakat. Minat sosial ini termanifestasi
dalam bentuk kerja sama dengan orang lain untuk kemajuan sosial daripada
keuntungan pribadi.
Minat
sosial adalah kondisi alamiah dari manusia dan bahan perekat yang mengikat
masyarakat bersama-sama. Inferioritas alamiah dari manusia menyebabkan mereka
mengikatkan diri bersama-sama untuk membentuk masyarakat. Tanpa perlindungan
dan pemeliharaan dari seorang ibu atau ayah, seorang bayi akan binasa. Oleh karena itu, minat sosial adalah suatu
keharusan untuk melastirakan umat manusia.
a.
Sumber dari Minat Sosial
Minat sosial bersumber dari hubungan ibu dan anak
selama bulan-bulan pertma masa kanak-kanak dipelihara oleh seorang pengasuh
yang memiliki sejumlah minat sosial. Jadi, setiap orang memiliki benih minat
sosial yang ditabur selama tahun-tahun pertama kehidupan mereka.
Adler
percaya bahwa pernikahan dan menjadi orang tua adalah tugas untuk dua orang.
Akan tetapi, kedua orang tua mungkin memengaruhi minat sosial seorang anak
dengan cara yang agak berbeda. Tugas seorang ibu adalah mengembangkan sebuah
ikatan yang mendorong kedewasaan minat sosial seorang anak dan membantu
berkembangnya minat bekerja sama. Idealnya seorang ibu harus memiliki kasih
yang sejati dan mendalam untuk anaknya. Hubungan kasih yang sehat ini
berkembang dari perhatian yang tulus untuk anaknya, suaminya, dan orang lain.
Jika seorang ibu telah belajar untuk memberi dan menerima cinta dari orang
lain, maka ia tidak akan mendapatkan kesulitan berarti untuk memperbesar minat
sosial anaknya.
Ayah
adalah orang penting kedua dalam lingkungan sosial seorang anak. Menurut
standar Adler, ayah yang berhasil adalah ayah yang bisa menmghindari dua
kesalahan, yaitu keterlepasan emosional dan authorotarianisme orang tua.
Keslahan-kesalahan ini bisa memperlihatkan dua sikap, tetapi keduanya sering
ditemukan di sosok ayah yang sama. Kedua kesalahan ini menghalangi pertumbuhan
dan perluasan minat sosial seorang anak. Keterlepasan emosional seorang tentang
minat sosial, perasaan diabaikan, dan kemungkinan keterkaitan yang bersifat
parasit. Kesalahan yang kedua authoritarianisme orang tua juga bisa menyebabkan
gaya hidup yang tidak sehat. Seorang anak yang melihat ayahnya sebagai seorang
tiran akan belajar meraih kekuasaan dan superioritas pribadi.
b.
Pentingnya Minat Sosial
Bagi
Adler, minat sosial adalah satu-satunya standar untuk menilai seberapa
berharganya seseorang. Sebagai barometer kenormalan, minat sosial adalah standar
yang digunakan untuk menentukan seberapa bermanfaatnya hidup seseorang. Orang
yang tidk dewasa kurang memiliki Gemeinschaftsgefühl, mereka berpusat pada diri sendiri (self-centered),
dan berjuang untuk meraih kekuasaaan juga seuperioritas pribadi atas orang
lain. Individu yang dewasa sungguh-sungguh menaruh perhatian pada manusia dan
mempunyai tunjuan keberhasilan yang meliputi kesejahteraan umat manusia.
Seorang wanita
kaya memberikan banyak uang untuk orang miskin dan orang yang membutuhkan.
Pemberiannya menyiratkan : “anda inferior, saya superior, dan sumbangan ini
mmebuktikan superioritas saya”. Adler percaya bahwa harga dari tindakan semacam
itu hanya bisa dinilai berlawanan dengan kriteria minat sosial.
Singkatnya,
manusia memulai hidup dengan daya juang dasar yang digerakan oleh keterbatasan
fisik yang dialami. Kelemahan ini tanpa diragukan menyebabkan perasaan
inferior. Individu yang secara psikologis tidak sehat, mengembangkan perasaan
inferior yang dilebih-lebih dan berusaha mengatasi perasaan ini dengan
meletakkan tujuan untuk meraih superioritas pribadi. Sedangkan orang yang sehat
secara psikologi dimotivasi dengan perasaan tidak lengkap yang wajar dan
tingkat minat sosial yang tinggi.
6. Gaya
Hidup
Prinsip Adler yang kelima adalah struktur kepribaadian yang self-consitent berkembang
menjadi gaya hidup seseorang.
Gaya
hidup (style of life) adalah istilah
yang digunakan Adler untuk menunjukan selera hidup seseorang. Gaya hidup
mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap
terhadap dunia. Gaya hidup adalah interaksi antara keturunan atau bawaan lahir,
lingkungan, dan daya kreatif yang dimiliki seseorang, adler menggunakan analogi
musik untuk menjelaskan istilah gaya hidup. Nada-nada yang terpisah adalah
komposisi tanpa makna jika tanpa keseluruhan lagu, namun lagu memperoleh makna
tambahan ketika kita mengenali gaya seseorang pencipta lagu atau ekspresi
sikapnya yang unik.
Melalui
konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap manusia memiliki
tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi
superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha mencapai
superioritasnya itu dengan minat sosial. Akan tetapi setiap manusia
melakukannya dengan cara yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari
setiap orang dalam mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan dalam lingkungan hidup tertentu, di tempat orang
tersebut berada. Gaya hidup berdasarkan atas makna yang seseorang berikan
mengenai kehidupannya atau interpretasi
unik seseorang mengenai inferioritasnya, setiap orang akan mengatur
kehidupannya masing-masing untuk mencapai tujuan akhirnya dan mereka berjuang
untuk mencapai hal tersebut
7. Daya
Kreatif
Prinsip
terakhir dari teori Adlerian adalah gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif yang ada dalam diri manusia.
Adler
percaya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk menciptakan gaya hidupnya
sendiri pada akhirnya, setiap orang bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan
bagaimana mereka berperilaku. Daya kreatif (creative
power) yang mereka miliki membuat mereka mengendalikan kehidupan mereka
sendiri, bertanggung jawab akan tujuan akhir mereka, menentukan cara yang
mereka pakai untuk meraih tujuan tersebut, dan berperan dalam membentuk minat
sosial mereka.
Daya
kreatif adalah konsep dinamis yang menggambarkan pergerakan (movement), dan pergerakan ini adalah
karakteristik hidup yang paling penting. Semua hidup psikis mencangkup
pergerakan tujuan dan pergerakan dengan arah.
Diri
kreatif merupakan jembatan antara stimulus-stimulus yang menerpa seseorang dan
respon-respon yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus-stimulus
itu. Pada hakikatnya, doktrin tentang diri kreatif itu menyatakan bahwa manusia
membentuk kepribadiannya sendiri. Manusia membangun kepribadiannya dari bahan
mentah hereditas dan pengalaman. Diri kreatif adalah ragi yang mengolah
fakta-fakta dunia dan mentransformasikan fakta-fakta ini menjadi kepribadian
yang bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik.
HUMANISTIK
C. Roggers
1. Aktualisasi
Diri
Rogers
terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran
fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep
teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya.
Ide
pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri
sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah–masalah
psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah
perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Menurut Rogers motivasi orang
yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak
lagi dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran
Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual
sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa
lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa
sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus
pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar
khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan
pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda–beda
tergantung pada pengalaman–pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini
disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari
lapangan fenomenal tersebut.
2.
Perkembangan Kepribadian
Konsep
diri (self concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang fenomenal
yang disadari dan disimbolisasikan, dimana “aku“ merupakan pusat referensi
setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu
yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang
diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus
saya perbuat“. Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep
diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk
menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
a)
Incongruence
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam
pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
b)
Congruence
Congruence berarti situasi dimana
pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh,
integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan
memacu adanya incongruence ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang
kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya hanya jika
anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah
perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua
menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak akan bisa
mengembangkan congruence-nya. Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih
sayang kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk
mengubah perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah
Rogers berfikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka
terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan
mengubah perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka.
Manusia dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat
gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus
menerus.
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari
orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil
dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi
lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
v
Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka
ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive
regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi
sepenuhnya.
v
Jika
tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat
(conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah
laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi
yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai,
dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak
bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
3.
Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah:
a)
Organism, yaitu keseluruhan individu (the total
individual)
Organisme memiliki sifat-sifat
berikut:
·
Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap
medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
·
Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu:
mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
·
Organisme mungkin melambangkan pengalamannya,
sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga
pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak
memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
b)
Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the
totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat disadari
atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal
itu dilambangkan atau tidak.
-
Self, yaitu bagian medan phenomenal yang
terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar
daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
·
Self berkembang dari interaksi organisme dengan
lingkungan.
·
Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang
lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
·
Self mengejar (menginginkan) consistency
(keutuhan/kesatuan, keselarasan).
Organisme
bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self. Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman. Self mungkin
berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
BEHAVIORISTIK
Albert Bandura
A.
TEORI BELAJAR SOSIAL
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan
yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu
kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri.
Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian
besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah
laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling),
dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama.
Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami
orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model
meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif
saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu
yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau
penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur,
M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian,
teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh
Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh
dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan
bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang
memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang
memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang
lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar
meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain
sebagai model bagi dirinya.
B.
Teori Peniruan ( Modeling )
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller
dan John Dollard dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan (
imitation ) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain.
Proses belajar tersebut dinamakan “social learning“ – “pembelajaran social “.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh
tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita
tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia
dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku (modeling). Dalam
hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau
tokoh bagi anak-anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura
dan Richard Walters (1959, 1963) telah melakukan eksperimen pada anak – anak
yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa
peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak
dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut
“observationallearning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971),
kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori
pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa
mempertimbangan aspek mental seseorang.
Menurut Bandura,
perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan
lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama
Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam
video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan
dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak
tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori
ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya
guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya
proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru
tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh
perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas
sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu
tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi
tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses
peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul
apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang
anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri
anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku
apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Perkembangan
kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad
ke-14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari
perkara yang mudah kepada perkara yang lebih susah yaitu mengikut
peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang
konkrit yang boleh difahami melalui pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, anak-anak
hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah lembut dan bukannya dengan
kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh
dibebankan dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan
menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.
C.
Unsur Utama
dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja
menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam
proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu : perhatian / atensi,
mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1.
Perhatian
(’Attention’)
Subjek harus
memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi
perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah
laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura
& Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality
Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran
dapat dipelajari.
2.
Mengingat
(’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam
sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila
diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga
merupakan bagian penting dari proses belajar.
3.
Reproduksi
gerak (’Reproduction’)
Setelah
mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan
kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku.
Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek
memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar
melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang
dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
4.
Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah
penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
- Feist. Jess,. And Feist, J., Georgory. (2010). Teori kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
- Sarwono, Sarlito Wirawan. 1979. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar